;

27.12.12

Libur...?

27.12.12

Mancing Mania
Libur atau meliburkan diri ? itu pertanyaan yang ada di otak saya, sebelumnya definisi yang tepat buat kata LIBUR itu apa ? banyak orang mengatakan libur itu waktu yang menyenangkan,saat yang ditunggu-tunggu,waktu untuk refreshing, waktu buat santai-santai dsb. Terus apakah hari minggu itu bisa dikatakan hari libur, apakah tanggal merah di tanggalan itu juga bisa dikatakan waktu libur apakah sehabis ujian sekolah (buat yang masih sekolah) bisa dikatakan waktunya liburan ?
apakah...apakah.. dan apakah lainnya..... jawab saya bisa YA bisa juga TIDAK, untuk jawaban YA, karena tugas-tugas kita telah kita selesaikan dengan baik dan untuk jawaban TIDAK, karena tugas-tugas kita belum kita terselesaikan,bukankah libur itu waktu untuk bersenang-senang,bersantai-santai,waktu buat istirahat pikiran tenaga dsb pertanyaannya sekarang adalah, saat ini ujian sekolah telah selesai besok adalah tanggal merah natal dan tahun baru sementara nilai anak-anak belum beres ditambah buat laporan ini itu yang juga harus cepat diselesaikan,apakah bisa dikatakan saat ini waktu LIBUR... ? meskipun saat ini , hari tanggal dan agendanya adalah LIBURAN..? bisakah kita pergi mancing tapi pikiran kita di kantor...? nyamankah kita pergi rekreasi tapi pikiran kita pada setumpuk laporan..? santaikah kita di hari minggu kalau PR sekolah kita masih belum selesai..? jawabannya tentu ada pada diri kita sendiri tinggal seberapa besar komitmen kita pada pekerjaan.
Terus definisi liburrr itu apa... ?
Kalau menurut saya LIBUR itu " saat dimana kita telah menyelesaikan tugas-tugas kita dengan baik dan telah sangat siap untuk menerima tugas-tugas selanjutnya ", jadi bisa disimpulkan  bahwa libur itu masa peralihan antara tugas satu dengan tugas lainnya.

NAMA ANDA - 22.53

7 Kesalahan Fatal dalam Membangun Habit dan Perilaku yang Produktif

Pada akhirnya, perjalanan merajut bentangan kesuksesan itu mungkin amatlah sederhana. Just develop good habits, and you can change your life forever. Mau kaya? Rajinlah menabung. Mau pintar? Rajinlah belajar. Mau sehat? Rajinlah berolahraga. Mau masuk surga? Rajinlah shalat tahajud dan bersedekah.
Simple bukan? Ya, memahat kemakmuran dunia akherat itu memang sederhana. Yang rumit : bagaimana menginstal kata “RAJIN” itu dalam relung jiwa kita secara konstan.
Sajian renyah kali ini mau menghidangkan menu tentang 7 kesalahan fatal yang tanpa sadar acap kita lakukan, ketika mau membangun “sikap rajin”, habit dan perilaku produktif dalam hidup kita.
7 kesalahan atau mitos yang mau dipaparkan disini didasarkan pada riset perilaku yang ekstensif yang telah dilakukan oleh Stanford University Persuasive Lab (sebuah lembaga terkemuka yang dengan getol mempelajari seluk-beluk perilaku manusia). Dus dengan kata lain, daftar kesalahan ini bukan karangan belaka (atau sekedar opini bebas), namun proven, dan berbasis ribuan data empiris.
Mari segera kita telisik 7 error ini satu demi satu.
Mistakes # 1 : Relying on Willpower for Long Term Behavior Change. Ini kesalahan mendasar yang acap menjebak orang : ketika mau berubah, hanya mengandalkan willpower (kemauan pribadi).
Benar, kemauan itu penting, namun faktanya : cadangan kemauan orang itu amat terbatas. Dan kemauan kuat itu ternyata mudah menguap. Itulah kenapa banyak orang menggebu-gebu di awal, namun pelan-pelan pudar willpowernya. Banyak inisiatif perubahan yang kemudian gagal karena kesalahan ini.
Mistake # 2 : Attempting big leaps, instead of baby steps. Kesalahan ini terjadi lantaran kita terlalu ambius : oke mulai besok, saya mau lari pagi setiap hari selama 10 KM. Faktanya : mengubah habit jauh lebih sukses dengan goal yang simple dan kelihatannya kecil : oke mulai besok, saya mau jalan kaki 5 menit saja per 2 hari sekali.
Riset membuktikan, sasaran yang kedua ini akan JAUH lebih sukses dijalankan, dan pelan-pelan – ini ajaibnya – akan membesar dengan sendirinya (maksudnya, bulan depan naik menjadi 10 menit, terus 15 menit, dst)
Mistake # 3 : Ignoring how environment shapes behaviors. Ini benar-benar kunci : lingkungan Anda punya pengaruh besar terhadap habit dan perilaku Anda.
Ribuan motivator kelas dunia bisa didatangkan dari antah berantah, namun hasilnya tetap akan sama : sepanjang lingkungan Anda tidak di-redesain. Di desain supaya kompatibel dengan habit yang mau dibangun.
Mistake # 4 : Blaming Failures on Lack of Motivation. Ini lagi, kesalahan yang lazim terjadi. Sedikit-sedikit, menyalahkan motivasi ketika seseorang tidak mau berubah perilakunya.
Yang seharusnya dilakukan : melakukan rekayasa konteks, sehingga perilaku yang mau dibangun menjadi lebih mudah dilakukan (auto debet tagihan adalah contoh sempurna : merubah kemalasan orang membayar tagihan itu bukan dengan menasehati dia supaya bayar tepat waktu. Tapi cukup sediakan sistem yang membuat prosesnya mudah. Sim salabim, lahirlah : auto debet tagihan. Tapi banyak orang yang tulalit : terus saja menyalahkan motivasi pelanggan yang malas membayar tagihan TANPA berpikir menyediakan “rekayasa konteks” untuk mengubah perilaku).
Mistake # 5 : Believing that Information Leads to Action. Nah ini kesalahan yang dilakukan orang tulalit diatas itu : terus saja memberikan wejangan/nasehat/informasi, seolah-olah ini akan mendorong perubahan perilaku. Salah besar.
Nasehat dan informasi verbal itu nyaris tidak punya dampak pada perubahan perilaku. Mengubah perilaku hanya dengan “sosialisasi tentang pentingnya blah blah blah”, hanya akan membuat Anda frustasi.
Mistake # 6 : Focusing on Abstract Goals. Saya ingin sehat. Saya ingin kaya. Ini tujuan yang terlalu abstrak dan menurut riset, tidak mendorong perubahan perilaku.
Mulai besok saya akan sit up 7 kali per hari. Mulai bulan ini saya harus menabung 250 ribu/bulan. Sasaran yang lebih konkrit semacam ini JAUH memberikan dampak bagi perubahan perilaku.
Mistake # 7 : Assuming that Behavior Change is Difficult. Kesalahan terakhir ini terjadi ya karena itu tadi : terlalu mengandalkan willpower dan motivasi (yang cadangannya tipis) dan juga tidak dibangun berdasar strategi yang tepat.
Padahal mengubah perilaku itu akan jauh lebih mudah kalau saja kita bisa menjalankan strategi yang dipaparkan diatas : mulailah dengan perubahan kecil, ciptakan sasaran yang konkrit, dan desain sistem atau konteks yang mendukung perubahan perilaku (ingat : kasus auto debet diatas).
Itulah 7 MISTAKES yang layak dicatat kalau kita mau membangun habit dan perilaku yang produktif.

NAMA ANDA - 22.42

Analisa Praktis Penggemukan Sapi

Sering kami dimintai pendapat oleh rekan2 peternak baik pemula maupun yang berpengalaman tentang bagaimana pemilihan calon sapi yang bagus untuk dipelihara dengan tujuan digemukkan pada perusahaan kami.pertanyaan ini meliputi mulai tentang jenis sapi(ras),bentuk tubuh,umur,berat badan, waktu pemeliharaan sampai panen dan kalkulasi harga jual maupun belinya.Di sini kami hanya ingin berbagi pengalaman saja dan share dengan sesama pelaku usaha peternakan sapi.
  1. Jenis Ras dan bentuk tubuh.Sejatinya semua jenis ras punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.Tentang hal ini sudah banyak diulas di pelbagai literatur tentang sapi potong. Hanya kita sebagai Praktisi peternakan seyogyanya perlu memperhatikan nilai-nilai praktis dan ekonomis dari jenis ras tersebut baik dari sisi kekuatan finansial peternak,peruntukannya dan timing tepat penjualannya. Seperti kita ketahui, untuk ADG (penambahan Berat harian) bolehlah diakui memang sapi jenis limosin dan simmental F1 telah  menjadi primadona yang mana ADGnya mampu mencapai 1,3-2kg/harinya.Disusul di belakangnya silangan SIMPO dan LIMPO dengan ADG 1-1,7kg/hari.Berlanjut kemudian PO murni,Bali dan seterusnya yang lebih rendah penambahan berat hariannya dan struktur tubuhnya.Namun poin terpenting untuk tidak kita lupakan dari semua itu tentunya adalah Fisiologi dan kriteria performance  sapi itu  sendiri.Tampilan fisik yang ideal mencakup body frame,power depan dan belakang sapi akan mempengaruhi ADG,kemudahan pemeliharaan,dan harga purna jualnya.
  2. Umur dan berat badan. Usia sapi yang ideal untuk digemukkan adalah mulai 1,5 sampai dengan 2,5 tahun. di sini kondisi sapi sudah mulai maksimal pertumbuhan tulangnya dan tinggal mengejar penambahan massa otot (daging) yang secara praktis dapat dilihat dari gigi yang sudah berganti besar 2 dan 4 buah. sapi yang sudah berganti 6 gigi besarnya (3 tahun ke atas) juga cukup bagus. Hanya di usia ini sudah muncul gejala fatt (perlemakan) yang tentunya akan berpengaruh dengan nilai jual dari pelaku pemotongan ternak.Sapi apabila masih di bawah usia ideal penggemukan biasanya lebih lambat proses gemuknya dikarenakan selain bersamaan pertumbuhan tulang dan daging juga sangat rentan resiko penyusutan serta labil proses penambahan berat disebabkan adaptasi tempat yang baru,pergantian pola pakan dan teknis perawatan serta penyakit.Tentang variabel berat tubuh,pastinya akan kita lihat dulu dari jenis ras apa sapi yang akan kita pelihara.Sapi jenis limousin dan simmental maupun silangannya dengan PO kala umur 1,5 tahun sudah berbobot rata-rata 350-400 kg.sedang sapi PO murni hanya kisaran 185-275 kg.Nah,dari sini nantinya  kita akan mulai berhitung  tentang teknis penilaian ideal untuk mengukur sistem pemeliharaan dan  transaksi jual beli.
  3. Masa pemeliharaan. Sesuai pengalaman kami yang baru sedikit ini,kami menyarankan pada mitra peternak kami bahwa sapi yang akan digemukkan agar memakai mekanisme : apabila masa panen jangka pendek (k.l 100 hari) pilihlah jenis limousin,simmental dan silangannya (F1 maupun F2) dengan berat mulai 390-500 kg. Jika proporsional pemeliharaannya,sapi tersebut akan mampu bertambah minimal 100kg saat panennya.Namun kalau yang diinginkan masa panen jangka menegah dan panjang ( k.l 250 hari hingga lebih dari 1 tahun) disarankan agar memilih jenis F1 simmental dan limousin yang murni genetiknya dengan berat di bawah 350 kg.Kebanyakan peternak yang berpola seperti ini  biasanya untuk investasi,pemurnian genetik indukannya atau bahkan sebagai hewan kesayangan (klangenan.jawa.red). muncul satu pertanyaan yang menggelitik;lebih untung pola yang mana?
  4. Perhitungan harga.Sapi untuk pemeliharaan jangka menengah (k.l 250 hari) dengan berat di bawah 300 kg rata-rata  masih belum dapat mencapai rendemen karkas lebih dari 49%.Sehingga apabila ingin dijual, pembeli barunya biasanya masih akan meneruskan penggemukannya lagi.Jika kita analisa,sapi F1 umur 5-8 bulan harga pasaran rata-rata per mei 2009 adalah 7,5-10 juta dengan bobot 250-325 kg.Kita ambil tengah-tengahnya saja lalu kita konversikan dengan harga timbang hidup jatuhnya sekitar Rp.31.000;/kg timbang di pasar. Kenapa seperti itu ???sapi dengan berat 380-525 kg seharga Rp.24.000/kg (sesuai harga loco di farm kami) adalah untuk kriteria jenis BAKALAN.Jadi di spek ini kita sudah mulai dapat mengukur standar perhitungan baik umur sapinya,prosentase rendemen karkasnya (berat daging tulang), capaian bobot maksimal,sampai dengan masa panennya. Beda halnya dengan berat 300kg ke bawah;karena itu masih tergolong jenis BIBIT.Jadi sistem transaksinya mirip seperti di bursa pelelangan yang harganya ditentukan berdasarkan kerelaan penjual dengan kepuasan dan jatuh hati sang pembeli. Maka disitulah kita baru dapatkan harga umum dan rata2 kepantasan transaksi di pasar ataupun di peternak yag ketemunya ternyata di harga Rp.31.000.Kita tentu belum dapat mengukur standarisasi,berapa nanti capaian berat maksimal dan waktu panennya apalagi berapa rendemen karkasnya.Lain daripada itu,sistem pasar peternakan kita malah sudah tidak ada lagi sertifikasi /surat keterangan bibit saat sapi dijual yang berbeda saat zaman orde baru dulu,ironi memang.sehingga kita pasti akan kesulitan mencari blood link sapi,alamat peternak apalagi cara perawatan dan ransumnya.Kecuali kalau sapi tersebut kita beli langsung di breeder
    Sedikit analogi : apakah anda mampu menaksir berapa ton padi  dalam 1hektar yang akan anda panen saat umur benih baru ditancapkan 15 hari atau sebulan sekalipun?bagaimana dengan resiko hama,kelangkaan pupuk dan pengairannya?apakah anda bisa pastikan akan menuai panennya?ini analogy untuk BIBIT.
    Nah sekarang,kesulitankah  anda memprediksi,berapa ton gabah yang akan anda dapatkan saat padi anda telah berbulir siap menguning? ini kiasan untuk BAKALAN.
    kalaupun panen anda akhirnya kurang maksimal masihlah kita dapatkan gabah meski rendah mutu dan tidak banyak jumlahnya.Taruh kata untuk bibit yang beratnya dibawah 300 kg kalau selama dipelihara sapi tadi mencapai bobot 600kg (adakah jaminan????) maka akan diperoleh pendapatan sbb;600 kg X Rp.24.000/kg(harga siap potong) : Rp. 14.400.000; - Rp. 9.300.000( harga bakalan) = Rp.5.100.000 selama l.k.250 hari.  Bandingkan dengan pola 100 hari, disini apabila  anda  membeli bakalan,bobotnya rata-rata 430kg komposisi mix F1 dan F2. harga dasarnyapun  masih logis di banding pola jangka panjang. Analisanya sebagai berikut : 430 kg X Rp.24.000 = Rp.10.300.000; Masa pemelihara 100 hari dicapai berat  560 kg (banyak yang menjamin..) dengan ADG 1,3kg X Rp.24.000; akan didapat penghasilan = Rp.13.440.000 - Rp.10.300.000(modal pembelian) keuntungannya : Rp.3.100.000 selama 100 hari.Maka dalam 1 tahun kita akan dapat panen 3 kali.
Pola pemeliharaan di perusahaan kami dalam 1 tahun (menurut kalender Hijriyah) adalah : pada bulan muharram dilaksanakan pengadaan untuk sapi jenis simmental,limousin dan silangannya yang akan dipanen pada bulan Rabi'ul Akhir.Pengadaan ke II dilaksanakan di bulan Jumadil Awal dan akan dipanen nantinya pada bulan ramadlan.Di bulan Syawal kami lakukan pengadaan sapi jenis PO murni karena bulan Dzulhijjah harga sapi PO selisih Rp.3-4000/kg lebih mahal panenannya.Demikian rotasi ini senantiasa kami tetapkan sebagai acuan kerja.
Segala yang menyangkut istilah seperti tersebut di atas hanyalah sekedar teknis empiris yang pernah kami alami dan bukanlah istilah ilmiah yang jauh dari pengetahuan kami.
Semuanya ada kelebihan dan kekurangannya.Mohon dikoreksi  untuk jadi evaluasi dan introspeksi kami agar ke depan lebih baik lagi dalam beternak.
Semoga bermanfaat.
Selamat beternak

By :
PT Lembusora Perkasa

NAMA ANDA - 22.36

Contoh Pembagian Keuntungan Bagi Hasil (Mudhorobah)

Contoh-contoh kasus teknis pembagian dan penghitungan keuntungan yang disesuaikan dengan modal yang ditanamkan..
Mudharabah
1. Pemilik modal dari 1 (satu) orang dan pelaksana satu orang.
Zaed menyerahkan modal sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) kepada Umar untuk diniagakan. Pada saat perjanjian (akad) disepakati bahwa keuntungan akan dibagi 40% untuk Zaed (pemilik modal) dan 60% untuk Umar, dan keuntungan dibagikan setiap usaha setelah mendapatkan keuntungan (1 kali putaran produksi).
Jika Untung :
Setelah dilakukan usaha, keuntungan bersih (setelah dikurangi biaya-biaya) yang diperoleh sebesar Rp. 500.000,-
Maka keuntungan yang diperoleh masing-masing adalah:
Zaed :40% x Rp. 500.000 = Rp. 200.000,-
Umar :60% x Rp. 500.000 = Rp. 300.000,-
Dengan keuntungan tersebut, diakhir bisnis uang yang diterima Zaed adalah : (seluruh modal + bagian)
1.000.000 + 200.000 = Rp. 1.200.000
Jika Rugi :
Pada saat akhir bisnis mengalami kerugian (ingat menentukan kerugian setelah kerjasama mau berakhir/penyerahan modal kepada pemilik) yang bukan diakibatkan oleh kelalaian Umar, maka kerugian tersebut ditanggung oleh Zaed selaku pemilik modal.
Untuk mengembalikannya maka komoditi yang ada dijual seluruhnya sehingga menjadi bentuk uang tunai. Dan keuntungan yang telah diperoleh Zaed selama ini dihitung menjadi bagian modal dan yang bagian Umar diserahkan kepada Zaed untuk menutupi kerugian pada modal.
Jika seluruh komoditi telah dijual dan memiliki kelebihan dari Rp. 1000.000,- (modal usaha) maka selebihnya itu dianggap keuntungan dan dibagi sesuai prosentase yang telah disepakati.
2. Pemilik modal terdiri dari beberapa orang dan pelaksana 1 orang
Zaed, Umar dan Bakar bersepakat mengumpulkan modal, kemudian akan diserahkan kepada Husen dengan sistem mudharabah. Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp. 12.000.000,- (dua belas juta rupiah). Mereka (Zaed, Umar, Bakar) bersepakat bahwa keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing.
Rincian prosentase dari modal yang ditanam masing-masing sebesar Rp. 12.000.000,- adalah :
Zaed  : 40% (Rp. 4.800.000,-)
Umar : 25% (Rp. 3.000.000,-)
Bakar : 35% (Rp. 4.200.000,-) + = 100% (Rp.12.000.000,-)
Selanjutnya uang tersebut diserahkan kepada Husen untuk diniagakan dengan akad mudharabah. Pada saat akad disepakati bahwa keuntungan dibagi 60% untuk pemilik modal (Zaed, Umar, Bakar) dan 40% untuk pelaksana (Husen). Keuntungan dibagikan (dihitung) setiap usaha telah memperoleh laba (satu kali putaran produksi).
Jika untung:
Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.500.000,-
Maka cara pembagian keuntungannya:
Langkah 1
Pembagian keuntungan antara pemilik modal dengan pelaksana
- Pemilik modal :
60% x Rp. 2.500.000 = Rp. 1.500.000,-
- Husen
40% x Rp. 2.500.000 = Rp. 1.000.000,-
Langkah 2
Pembagian keuntungan Rp. 1.500.000,- antara pemilik modal sesuai dengan modal masing-masing sebagai berikut:
Cara 1
Prosentase saham masing-masing pemilik modal dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh :
Zaed  : 40% x 1.500.000 = Rp. 600.000
Umar : 25% x 1.500.000 = Rp. 375.000
Bakar : 35% x 1.500.000 = Rp. 525.000 + = Rp. 1.500.000
Cara 2
Menggunakan rumus:
Jumlah seluruh keuntungan dibagi seluruh modal dikali modal masing-masing
Jadi : Rp. 1.500.000 = 0,125
Rp. 12.000.000
Keuntungan yang diterima masing-masing pemilik modal:
Zaed  : 0,125 x Rp. 4.800.000 = Rp. 600.000
Umar : 0,125 x Rp. 3.000.000 = Rp. 375.000
Bakar : 0,125 x Rp. 4.200.000 = Rp. 525.000 + = Rp. 1.500.000
Ingat : Jika hasil bagi ini (0,125) dibulatkan menjadi 0,13 hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan keuntungan yang akan dibagikan.
Jika rugi
Kasus jika kerugian yang ada pada modal tertutupi oleh keuntungan yang telah dibagikan saat bisnis berjalan (sebelum akhir bisnis).
Contoh:
Setelah akhir bisnis dan modal yang ada diperhitungkan serta dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata modal mengalami kerugian. Kerugian yang ada sebesar Rp.1.000.000,- (jadi sisa modal yang ada sebesar Rp. 11.000.000,- (12.000.000 – 1.000.000).
Perhitungkan kembali keuntungan yang pernah dibagikan disaat bisnis sedang berjalan.
Sisa modal yang ada ditambah keuntungan yang pernah dibagikan kemudian digunakan untuk menutupi modal, sisanya menjadi keuntungan dan dibagikan sesuai prosentase yang telah disepakati pada saat akad.
Dalam kasus ini maka pelaksana harus mengembalikan sebagian keuntungan yang pernah diambilnya dan pemilik modal harus menganggap keuntungan yang pernah diperolehnya sebagai bagian dari modal.
Contoh diatas menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp. 2.500.000. Maka cara penghitungannya:
(Sisa modal + keuntungan yang dikembalikan)
11.000.000 + 2.500.000 = Rp. 13.500.000
Ternyata modal tidak mengalami kerugian, karena tertutupi oleh keuntungan yang pernah dibagikan.
Uang yang ada – jumlah modal, sisanya menjadi keuntungan.
13.500.000 – 12.000.000 = Rp. 1.500.000
Berarti keuntungan yang diperoleh sebenarnya sebesar Rp. 1.500.000, maka keuntungan inilah yang dibagikan sesuai dengan kesepakatan.
Bagian masing-masing antara pemilik modal dan Husen ( pelaksana )
- Pemilik modal ; 60% x 1.500.000 = Rp. 900.000
- Husen               ; 40% x 1.500.000 = Rp. 600.000
Jika keuntungan yang pernah diterima Husen sebelum akhir bisnis sebesar Rp. 1000.000, maka ia harus mengembalikannya sebesar Rp. 400.000 (Rp. 1.000.000 – 600.000) untuk menutupi kekurangan pada modal.
Sisa modal yang ada sebesar Rp. 11.000.000 ditambah Rp. 400.000 (dari Husen) menjadi sebesar Rp. 11.400.000.
Sedangkan untuk pemilik modal (Zaed, Umar dan Bakar) harus menganggap keuntungan yang pernah diterimanya sebagai bagian dari modal sesuai dengan proposional modal yang ditanamnya.
Jika keuntungan yang pernah diterima sebesar Rp. 1.500.000, sedangkan keuntungan diakhir bisnis yang sebenarnya hanya Rp. 900.000,-, maka mereka harus menganggap keuntungan yang telah diterimanya sebagai modal sebesar Rp. 600.000,- dan disesuaikan dengan proposional modal yang ditanamkan oleh masing-masing pemilik modal.
Jadi bagian keuntungan yang pernah diterima masing-masing yang harus dianggap sebagai modal, adalah:
Zaed  : 40% x 600.000 = Rp. 240.000
Umar : 25% x 600.000 = Rp. 150.000
Bakar : 35% x 600.000 = Rp. 210.000 + = Rp. 600.000
Maka ketiga orang ini diakhir bisnis masing-masing akan menerima pengembalian modal, sebagai berikut:
Zaed : 4.800.000 – 240.000 = Rp. 4.560.000
Umar : 3.000.000 – 150.000 = Rp. 2.850.000
Bakar : 4.200.000 – 210.000 = Rp. 3.990.000 + = Rp.11.400.000
Meskipun mereka menerima lebih kecil dari modal yang ditanamkannya, pada dasarnya modal tidak mengalami kerugian, karena mereka telah menikmati keuntungan saat usaha sedang berjalan.
Kasus jika kerugian yang ada pada modal tidak tertutupi oleh keuntungan yang telah dibagikan saat bisnis berjalan (sebelum akhir bisnis)
Contoh:
Setelah akhir bisnis dan modal yang ada diperhitungkan serta dilakukan divestasi (pengembalian modal), ternyata modal mengalami kerugian. Kerugian/ kekurangan pada modal sebesar Rp. 5.000.000,- jadi sisa modal yang ada sebesar Rp. 7.000.000,- (12.000.000 – 5.000.000).
Sisa modal yang ada ditambah keuntungan yang pernah dibagikan kemudian digunakan untuk menutupi modal, jika modal belum tertutupi (Rugi), maka kerugian yang ada ditanggung oleh pemilik modal sesuai saham yang diinvestasikan.
Dalam kasus ini maka pelaksana harus mengembalikan seluruh keuntungan yang pernah diambilnya dan tidak berkewajiban menanggung kerugian, sedangkan pemilik modal harus menganggap keuntungan yang pernah diperolehnya sebagai bagian dari modal serta menanggung kerugian yang ada pada modal. Ingat kerugian harus selalu menjadi tanggungan pemilik modal, karena kerugian merupakan reduksi dari modal.
Contoh diatas menunjukan pernah dibagikan keuntungan sebesar Rp. 2.500.000.
Maka cara perhitungannya:
(Sisa modal + keuntungan yang dikembalikan)
7.000.000 + 2.500.000 = Rp. 9.500.000
Ternyata modal mengalami kerugian, karena tidak tertutupi oleh keuntungan yang pernah dibagikan.
Jumlah modal seharusnya – uang (modal) yang ada, sisanya menjadi kerugian yang harus ditanggung bersama-sama antara pemilik modal.
12.000.000 – 9.500.000 = Rp. 2.500.000,-
Berarti modal mengalami kerugian sebesar Rp. 2.500.000, maka kerugian ini yang ditanggung oleh pemilik modal sesuai modal yang diinvestasikan.
Dalam hal ini Husen (selaku pelaksana) hanya berkewajiban mengembalikan keuntungan yang pernah diambilnya sebesar Rp. 1.000.000 dan tidak berkewajiban menanggung kerugian.
Untuk pengembalian sisa modal kepada masing-masing pemilik modal ada beberapa cara:
Cara 1
Setiap pemilik modal harus mengembalikan keuntungan yang pernah diambil saat bisnis berjalan, dengan rincian:
       -     Zaed : Rp. 600.000
-          Umar : Rp. 375.000
-          Bakar : Rp. 525.000 + = Rp. 1.500.000
Kemudian dijumlahkan dengan sisa modal yang ada setelah ditambah dengan pembelian dari pelaksana.
(Sisa modal + pengambilan keuntungan dari pelaksana + pengembalian keuntungan dari pemilik modal)
7.000.000 + 1.000.000 + 1.500.000 = Rp. 9.500.000
Jadi pengembalian modal kepada masing-masing pemilik modal adalah:
-          Zaed  : 40% x 9.500.000 = Rp. 3.800.000
Umar : 25% x 9.500.000 = Rp. 2.375.000
Bakar : 35% x 9.500.000 = Rp. 3.325.000 + = Rp. 9.500.000
Untuk melihat kerugian yang dialami masing-masing pemilik modal adalah:
(prosentase masing-masing modal yang ditanamkan dikalikan dengan jumlah kerugian yang menjadi tanggungan)
-          Zaed  : 40% x 2.500.000 = Rp. 1.000.000
-          Umar : 25% x 2.500.000 = Rp. 625.000
-          Bakar : 35% x 2.500.000 = Rp. 875.000 + = Rp. 2.500.000
Bandingkan dengan perhitungan dibawah ini:
(jumlah modal masing-masing – jumlah pengembalian sisa modal yang ada untuk masing-masing)
-          Zaed  : 4.800.000 – 3.800.000 = Rp.1.000.000
Umar : 3.000.000 – 2.375.000 = Rp. 625.000
Bakar : 4.200.000 – 3.325.000 = Rp. 875.000 + = Rp.2.500.000
Cara 2
Pemilik modal tidak mengembalikan keuntungan, tetapi langsung menganggap bahwa keuntungan yang pernah diambil dianggap sebagai bagian dari modal.
Maka jumlah uang yang dibagikan antara pemilik modal adalah:
(Sisa modal + pengembalian keuntungan dari pelaksana) 7.000.000 + 1.000.000 = Rp. 8.000.000,-
Dengan tidak mengembalikan keuntungan yang pernah diambil saat bisnis berjalan, maka diakhir bisnis, pada saat divestasi (pengembalian modal) masing-masing pemilik modal akan menerima uang sebagai berikut:
-          Zaed  : 40% x 8.000.000 = Rp. 3.200.000
Umar : 25% x 8.000.000 = Rp. 2.000.000
Bakar : 35% x 8.000.000 = Rp. 2.800.000 + = Rp. 8.000.000
Dengan tidak mengembalikan keuntungan yang pernah diambil, pada saat divestasi seolah-olah pemilik modal mengalami kerugian sebagai berikut :
-          Zaed : 4.800.000 – 3.200.000 = Rp. 1.600.000
Umar : 3.000.000 – 2.000.000 = Rp. 1.000.000
Bakar : 4.200.000 – 2.800.000 = Rp. 1.400.000 + = Rp. 4.000.000
Musyarakah
Husin, Hasan dan Husen bersepakat untuk melakukan perjanjian kerjasama musyarakah, dalam satu usaha bisnis, dimana semua pihak mengumpulkan modal dan mengelolanya secara bersama-sama.
Modal yang dibutuhkan Husen sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Mereka (Husin, Hasan dan Husen) bersepakat, pembagian keuntungan akan disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing tanpa membedakan kemampuan dalam melakukan pekerjaannya.
Modal yang diinvestasikan sesuai dengan kesanggupan masing-masing, yaitu:
-          Husin  : 25% x 20.000.000 = Rp. 5.000.000
Hasan : 40% x 20.000.000 = Rp. 8.000.000
Husen : 35% x 20.000.000 = Rp. 7.000.000 + = Rp. 20.000.000
Jika untung:
Setelah satu kali putaran produksi, diperoleh keuntungan sebesar Rp. 2.500.000,-
Pembagian keuntungan antara anggota syirkah disesuaikan dengan modal yang diinvestasikan masing-masing anggota syirkah sebagai berikut :
( Cara 1 )
Prosentase saham masing-masing pemilik modal dikalikan dengan keuntungan yang diperoleh:
-          Husin : 25% x 2.500.000 = Rp. 625.000
Hasan : 40% x 2.500.000 = Rp. 1.000.000
Husen : 35% x 2.500.000 = Rp. 875.000 + = Rp. 2.500.000

( Cara 2 )
Menggunakan rumus :
Jumlah seluruh keuntungan dibagi seluruh modal dikali modal masing-masing
Jadi : Rp. 2.500.000 = 0,125
Rp. 20.000.000
Keuntungan yang diterima masing-masing pemilik modal :
-          Husin  : 0,125 x 5.000.000 = Rp. 625.000
Hasan : 0,125 x 8.000.000 = Rp. 1.000.000
Husen : 0,125 x 7.000.000 = Rp. 875.000 + =  Rp. 2.500.000
Ingat : Jika hasil bagi ini (0,125) dibulatkan menjadi 0,13 hasil penghitungannya belum tentu sesuai dengan keuntungan yang akan dibagikan
Jika Rugi
Jika diakhir bisnis mengalami kerugian ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Terhadap keuntungan yang pernah dibagikan, setiap anggota syirkah harus menganggap sebagai bagian dari modal serta menanggung kerugian yang ada pada modal.
Ingat kerugian harus selalu menjadi tanggungan pemilik modal, karena kerugian merupakan reduksi dari modal.
Cara pengembalian keuntungan bisa 2 cara yaitu:
-  Masing-masing anggota syirkah tidak perlu mengembalikan keuntungan yang pernah diterima saat bisnis berjalan, melainkan langsung membagi sisa modal yang ada sesuai prosentase modal yang diinvestasikan
- Masing-masing anggota syirkah mengembalikan terlebih dahulu setiap keuntungan yang pernah diterimanya selama bisnis berjalan dan mencampurkannya dengan sisa modal yang ada, kemudian dibagikan sesuai prosentase modal yang diinvestasikannya.
Sedangkan untuk melihat berapa tanggungan masing-masing anggota syirkah dari kerugian yang ditimbulkannya adalah sama dengan cara pembagian keuntungan, yaitu dengan rumus :
( Prosentase modal masing-masing dikalikan jumlah kerugian yang ada )
Cara penghitungannya sama dengan cara pembagian keuntungan atau kerugian pada kasus mudharabah diatas yang pemilik modalnya terdiri dari beberapa orang.
Demikian contoh-contoh teknis pembagian keuntungan dan kerugian dalam sistem bagi hasil mudharabah dan musyarakah.
Pembaca bisa menggunakan dan mencari teknis penghitungan yang lebih mudah dan cepat, selama tidak keluar dari prinsip-prinsip mudharabah dan musyarakah yang telah ditetapkan oleh ahli fiqh.

NAMA ANDA - 22.13

Modal untuk Memulai Usaha Ternak

Modal merupakan factor penting ke dua setelah niat untuk memulai usaha sudah ada. Dengan modal dapat pula kita menentukan besar kecilnya usaha yang akan dijalankan. Dan dengan modal pula dapat diketahui kekuatan usaha yang akan kita jalankan sebelum melakukan persaingan bisnis dengan orang lain. Akan tetapi perlu diingat, modal bukanlan segalanya. Karena ada usaha yang bisa berjalan dengan modal minim alias modal seadanya bahkan ada usaha yang bisa berjalan dengan modal orang lain. Untuk itu dalam kesempatan kali ini, kami akan memaparkan sedikit jenis-jenis modal atau sumber-sumber modal dalam memulai usaha. Semoga bermanfaat.

Modal sendiri

Menjalankan usaha dengan modal sendiri adalah dambaan setiap orang. Rata-rata usaha peternakan skala kecil menggunakan modal sendiri. Modal sendiri biasanya berasal dari tabungan keluarga yang terkumpul sekian lama, pesangon PHK, warisan, arisan, atau pesangon dana pensiun. Di antara kelebihan modal sendiri antara lain :

1. Kalau terjadi kegagalan usaha maka kita tidak mempunyai beban pengembalian modal orang lain
2. Kalau usaha nantinya berhasil maka keuntungan 100% akan menjadi milik kita
3. Rasa kekhawatiran dalam menjalankan usaha tidak sebesar kalau kita menggunakan modal orang lain

Mengelola usaha dengan modal sendiri akan menimbulkan sikap rasa kehati-hatian dalam menjalankan usaha karena modal tersebut sudah sekian lama dikumpulkan dan akan sia-sia kalau sampai mengalami kegagalan.

Gaduh/bagi hasil

Salah satu system permodalan usaha ternak yang ada di tengah-tengah masayarakat di mana pemodal memberikan sejumlah modal (uang/ternak) kepada pengelola dan nanti kalau ada keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan/perjanjian bersama. Sistem bagi hasil seringkali menimbulkan permasalahan dalam prakteknya karena ada salah satu pihak yang berusaha berlaku curang. Dalam Islam system seperti ini sudah ada dan telah di atur. Ada beberapa pendapat tentang system bagi hasil menurut ilmu fikih dan kami mengambil pendapat berikut yang menurut kami lebih mendekati kepada kebenaran : “kalau terdapat untung dalam usaha bagi hasil tersebut maka keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara pemodal dan pengelola, kalau terjadi kegagalan atau kerugian maka dilihat terlebih dahulu penyebabnya kerugian tersebut. Kalau kerugian tersebut disebabkan karena usaha terkena bencana alam (banjir, tanah longsor, angin topan, wabah penyakit dll) maka pihak pengelola tidak ada kewajiban mengganti ternak/modal tersebut. Kalau kerugian yang terjadi diakibatkan oleh kelalaian pihak pengelola seperti ternak dibiarkan kelaparan sampai mati, system keamanan yang teledor sehingga ternak hilang, atau ternak tidak diobati sampai mengakibatkan kematian maka pihak pengelola ada kewajiban mengganti ternak/modal tersebut.

Sistem bagi hasil lebih mengedepankan sikap saling percaya akan tetapi untuk zaman sekarang rasanya sulit menemukan kerjasama dengan system tersebut karena semakin menipisnya rasa kepercayaan. Kami menyarankan kepada pihak pemodal kalau memilih kerjasama dengan system bagi hasil untuk selalu memantau perkembangan usaha minimal satu bulan sekali. Tidak mengapa anda dikatakan sebagai orang yang tidak gampang percaya kepada orang lain daripada modal anda amblas dan tak tahu jalan penyelesaiannya.

Modal pinjaman

Modal pinjaman biasanya diperoleh dari lembaga/instansi permodalan seperti bank, koperasi simpan pinjam/usaha atau seseorang dengan syarat dan ketentuan tertentu. Modal seperti ini identik dengan praktek ribawi (bunga) dan hukumnya haram menurut agama Islam. Kalau pinjaman tersebut tidak bersyarat seperti pinjam 10jt kembali 10 juta ya tidak ada masalah sama sekali. Seorang pemula hendaknya menjauhi modal pinjaman seperti ini karena di samping haram dampaknya pun panjang dan merugikan. Kita tidak mengetahui usaha yang akan kita jalankan nantinya mengalami keberhasilan atau malah kegagalan. Kalau pun berhasil maka keuntungan yang kita dapatkan haram dan kalau sampai mengalami kegagalan tentu lebih parah lagi karena di samping masih tetap mengembalikan modal pokok kita juga harus menambah sejumlah bunga yang telah disepakati di awal. Istilahnya kerennya sudah jatuh tertimpa tangga juga.

Dana hibah/bergulir

Dana hibah/bergulir berasal dari pemerintah, dan dalam penyalurannya dipercayakan kepada LSM atau lainnya. Dana hibah/bergulir dalam prakteknya banyak mengalami kendala. Pada umumnya yang terjadi di lapangan peternak asal-asalan dalam mengelola dana hibah/bergulir. Mengapa ? Karena peternak tidak pernah merasa memiliki dana tersebut dan lebih parah lagi kalau muncul anggapan bahwa dana tersebut berasal dari pemerintah maka uang tersebut adalah uang rakyat, jadi ‘ngemplang’ atau ‘menyalahgunakan’ uang tersebut tidak ada masalah. Maka tak heran kalau kita dapati LSM (penyalur dana hibah) kesulitan ketika melakukan pelaporan pertanggungjawaban ketika dana akan digulirkan kepada kelompok lain. Dan sudah menjadi rahasia umum kalau ternak/modal habis ketika pada waktu pelaporan pertanggungjawaban.

Dari sekian jenis modal atau sumber modal yang telah kami paparkan di atas, kami berkesimpulan bahwa memulai usaha dengan modal sendiri adalah lebih baik dan aman, insyaallah, walaupun modal tersebut sangat terbatas. Mulailah usaha dengan modal seadanya dan bersabar dengan keadaan. Modal yang ada kalau bisa hanya untuk pembelian bibit ternak dan pakan saja, sedangkan untuk pembuatan kandang bisa dibuat dengan bahan-bahan yang tersedia. Ingatlah, segala sesuatu dibangun dari hal-hal kecil.*(SPt)

sumber : www.sentralternak.com

NAMA ANDA - 22.04